SENI TARI BANYUWANGI: SEBLANG BAKUNGAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA

SENI TARI BANYUWANGI: SEBLANG BAKUNGAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA.

Blog Seni Indonesia - ewafebriart.com | SENI TARI BANYUWANGI: SEBLANG BAKUNGAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA.

Seblang Bakungan adalah salah satu ritual adat yang unik dan memikat yang berasal dari Desa Bakungan, Banyuwangi, Jawa Timur. Ritual ini adalah bagian dari tradisi masyarakat Osing, yang merupakan suku asli Banyuwangi. Seblang Bakungan merupakan upacara sakral yang diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan permohonan berkah bagi masyarakat.

SENI TARI BANYUWANGI: SEBLANG BAKUNGAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA

Asal-usul Seblang Bakungan berakar pada legenda masyarakat setempat yang menceritakan tentang seorang wanita yang bernama Seblang dan memiliki kemampuan supranatural. Ritual ini dipercaya telah ada sejak zaman kerajaan Blambangan, yang merupakan cikal bakal Banyuwangi saat ini.

Sejarah Seblang Bakungan

Sejarah Seblang Bakungan

Ritual Seblang Bakungan bermula pada tahun 1639 dan berkaitan dengan pohon "Nogosari" yang tumbuh di kawasan Bakungan. Dahulu, Bakungan merupakan hutan belantara yang ditumbuhi bunga bakung, dan di tengah hutan tersebut tumbuh pohon "Nogosari". 

Masyarakat bekerja bakti untuk membersihkan tumbuhan bakung yang ada di sekitar pohon tersebut, namun banyak kejadian tak terduga, termasuk beberapa penebang yang meninggal dunia, yang berimbas ke seluruh penduduk desa. 

Mbah Djoyo, orang yang dianggap spiritualis kala itu, berkomunikasi dengan roh penunggu tempat tersebut. Roh penunggu tersebut bersedia pergi dengan syarat diadakan selamatan bersih desa yang melibatkan ritual Seblang.

Penari pertama Seblang Bakungan adalah Agung Nyoman Dewi, yang juga dikenal dengan nama Mbah Dewi. Dia merupakan keturunan langsung dari penari Seblang pertama yang menari pada tahun 1639.

Tradisi ini telah diwariskan turun-temurun dan penari baru akan dipilih jika penari Seblang sebelumnya telah meninggal dunia³. Ritual Seblang Bakungan sendiri adalah bagian penting dari budaya dan spiritualitas Suku Osing di Banyuwangi, yang terus dilestarikan hingga hari ini.

Perkembangan & Fungsi

Perkembangan & Fungsi Tari Seblang

Seblang Bakungan menjadi salah satu definisi tari yang berfungsi dalam ritual adat bersih desa di Desa Olehsari maupun Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Tarian ini merupakan tari yang mengungkapkan rasa syukur masyarakat Desa Olehsari dan Bakungan terhadap berkah kesejahteraan. Seblang Bakungan dimulai dengan tujuan untuk mengusir roh jahat, memohon kesuburan tanah, dan menjaga harmoni antara manusia dengan alam sekitarnya.

Meski saat ini masih digunakan untuk tujuan bersih desa, namun ritual ini sekarang juga berfungsi sebagai seni pertunjukan yang bisa disaksikan oleh wisatawan. Seblang Bakungan merupakan ritual berumur tua yang muncul sejak abad ke-16 dan berkaitan dengan berdirinya Desa Bakungan. [Fatimah, Laila Nur., Tari Seblang Banyuwangi: Sejarah, Ciri Khas] i 

Ini menunjukkan bahwa Seblang Bakungan memiliki akar yang sangat dalam dalam sejarah dan budaya Banyuwangi, dan terus dilestarikan hingga hari ini sebagai bagian penting dari identitas budaya Suku Osing.

Sejak agama Islam hadir di wilayah Banyuwangi dan kepercayaan warga Blambangan mulai banyak memeluk agama Islam, pertunjukan Seblang Bakungan pun kini digelar satu minggu setelah Hari Raya Idul Adha. Selain untuk merayakan Hari Raya Idul Adha, suku Osing percaya bahwa hari tersebut merupakan hari baik untuk melaksanakan bersih desa apalagi setelah banyak terjadi pemotongan hewan kurban. 

Yang menarik adalah pilihan sang penari yang harus berumur 5o tahun ke atas atau sudah mengalami menopause, bahkan ada juga yang mengatakan penari Seblang meski sudah berumur, mereka biasanya tidak menikah. Hal ini kebalikan dari Seblang Olehsari, di mana sang penari harus masih perawan atau belum akil balik.

Ciri khas paling unik dalam tari Seblang adalah adanya syarat dan ketentuan tentang pemilihan penarinya. Penari Seblang tidak bisa sembarangan orang, sehingga pemilihannya dilakukan oleh seorang sesepuh dukun dan calonnya hanya dari garis keturunan penari sebelumnya atau biasa disebut mager beroyo. Proses pergantian penari ini biasa dilakukan dua atau tiga tahun sekali.

Pada masa kolonial Belanda, Banyuwangi dan tradisi Seblang Bakungan mengalami perubahan signifikan. Meskipun ada upaya dari pihak kolonial untuk menghapus atau memodifikasi banyak tradisi lokal, Seblang Bakungan adalah seni yang berhasil bertahan hingga sekarang. Hal ini terutama karena ritual ini sudah mengakar kuat dalam budaya masyarakat dan berfungsi sebagai bagian penting dari kehidupan sosial dan spiritual mereka.

Setelah Indonesia merdeka, Banyuwangi mengalami transformasi sosial dan ekonomi yang cepat. Modernisasi membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara pandang terhadap tradisi dan budaya. Meskipun demikian, Seblang Bakungan tetap dipertahankan oleh masyarakat sebagai bagian dari identitas mereka.

Pada era ini, ada upaya untuk mendokumentasikan dan mempromosikan Seblang Bakungan sebagai bagian dari warisan budaya nasional. Pemerintah daerah Banyuwangi bersama dengan komunitas adat setempat berusaha menjaga kelestarian ritual ini melalui berbagai program kebudayaan dan pariwisata.

Karena adanya gejolak politik yang terjadi di Banyuwangi, mulai 1943 sampai 1956 ritual tari Seblang mengalami vakum. Namun, terjadinya pagebluk yang menyebabkan berbagai kesulitan hidup mulai dari kegagalan panen, matinya hewan ternak sampai serangan wabah penyakit, ritual Seblang kembali dihidupkan pada tahun 1957. Sejak saat itu Ritual Seblang menjadi agenda tahunan yang dilakukan oleh warga Bakungan, Banyuwangi.

Pelaksanaan Ritual

Ritual Seblang Bakungan biasanya dilakukan setelah panen raya, sebagai ungkapan syukur atas hasil bumi yang melimpah. Acara ini berlangsung selama tujuh hari berturut-turut dengan serangkaian prosesi yang dipimpin oleh tokoh adat setempat.

  • Hari Pertama: Persiapan >> Pada hari pertama, seluruh warga desa bergotong-royong mempersiapkan segala kebutuhan untuk ritual. Mereka menghias tempat upacara dengan janur, bunga, dan aneka persembahan.
  • Hari Kedua hingga Ketujuh >> Tari Seblang adalah inti dari ritual ini. Seorang penari wanita yang dipilih berdasarkan kriteria khusus, biasanya gadis perawan atau wanita lanjut usia yang belum menikah, menjadi pusat perhatian. Penari ini dipercaya telah dirasuki roh leluhur dan menari dalam keadaan trance atau kesurupan. Tarian ini berlangsung sepanjang malam dengan iringan gamelan khas Using.

Sejarah Seblang Bakungan adalah cerminan dari ketahanan budaya dan spiritual masyarakat Using di Banyuwangi. Dari masa kerajaan Blambangan hingga era modern, ritual ini telah mengalami berbagai perubahan dan tantangan, tetapi tetap berhasil bertahan sebagai simbol identitas dan warisan leluhur. 

Dengan upaya pelestarian yang berkelanjutan, Seblang Bakungan diharapkan akan terus hidup dan dikenal oleh generasi mendatang, baik di tingkat lokal maupun global.

Makna dan Filosofi

Seblang Bakungan tidak hanya sekadar pertunjukan budaya, tetapi juga sarat akan makna dan filosofi. Tarian ini menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta pentingnya menjaga keseimbangan spiritual dalam kehidupan. Prosesi ini juga mengajarkan tentang kerjasama dan gotong-royong dalam masyarakat, serta penghormatan terhadap tradisi dan warisan leluhur.
  • Harmoni dengan Alam >> Tari Seblang Bakungan melambangkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Melalui tarian ini, masyarakat mengekspresikan rasa syukur mereka kepada alam yang telah memberikan kehidupan dan kesejahteraan. Tari ini juga menjadi sarana untuk memohon kesuburan tanah dan kelimpahan hasil bumi.
  • Komunikasi dengan Roh Leluhur >> Seblang Bakungan dipercaya sebagai cara untuk berkomunikasi dengan roh leluhur. Penari yang dirasuki roh leluhur dianggap sebagai perantara antara dunia manusia dan dunia spiritual. Ini menunjukkan keyakinan masyarakat Using akan keberadaan roh leluhur yang terus mengawasi dan melindungi keturunannya.
  • Keseimbangan Spiritual >> Tari Seblang Bakungan menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia fisik dan dunia spiritual. Ritual ini menggambarkan upaya manusia untuk mencapai keseimbangan batin dan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui tarian ini, diharapkan energi negatif dapat diusir dan energi positif dapat mendatangkan berkah.
  • Gotong Royong dan Kebersamaan >> Pelaksanaan Seblang Bakungan melibatkan partisipasi seluruh masyarakat desa. Persiapan hingga pelaksanaan ritual dilakukan secara bersama-sama, yang mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan. Ini mengajarkan pentingnya solidaritas dan kerja sama dalam menghadapi tantangan dan menjaga tradisi.
  • Penghormatan terhadap Tradisi dan Leluhur >> Melalui Tari Seblang Bakungan, masyarakat Using menunjukkan penghormatan mereka terhadap tradisi dan leluhur. Ritual ini merupakan bentuk penghargaan atas warisan budaya yang telah diwariskan oleh generasi sebelumnya. Ini juga mengajarkan pentingnya menjaga dan melestarikan tradisi sebagai bagian dari identitas budaya.
  • Siklus Kehidupan >> Tari Seblang Bakungan juga menggambarkan siklus kehidupan yang terus berputar. Dimulai dengan persiapan yang melibatkan seluruh komunitas, diikuti oleh puncak ritual dengan tarian trance, dan diakhiri dengan penyelesaian yang menandai siklus baru. Ini mencerminkan pemahaman tentang kehidupan sebagai suatu siklus yang berkelanjutan, dengan setiap akhir merupakan awal dari sesuatu yang baru.
  • Pembersihan dan Pembaruan >> Ritual Seblang Bakungan juga memiliki makna pembersihan dan pembaruan. Penari yang kesurupan dianggap mengalami proses penyucian dan pembaruan diri, yang kemudian diharapkan membawa kebaikan dan pembaruan bagi seluruh komunitas. Ini adalah simbol dari pembersihan dari energi negatif dan pembaruan semangat untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Elemen Pendukung Seblang Bakungan

Elemen Pendukung Seblang Bakungan

Seblang Bakungan adalah ritual tradisional yang kaya akan elemen budaya dan spiritual. Setiap elemen pendukung dalam ritual ini memiliki peran penting untuk memastikan kelancaran dan keaslian prosesi. Berikut adalah beberapa elemen pendukung yang krusial dalam Seblang Bakungan :
  1. Penari Seblang >> Penari Seblang adalah elemen sentral dalam ritual ini. Biasanya, penari dipilih dari gadis perawan atau wanita lanjut usia yang belum menikah. Penari ini dipercaya sebagai medium roh leluhur dan menari dalam keadaan trance atau kesurupan. Pemilihan penari dilakukan melalui serangkaian proses seleksi dan persiapan spiritual. Usia di atas 50 tahun atau sudah menopause.
  2. Musik Gamelan >> Musik gamelan Using menjadi pengiring utama dalam Tari Seblang. Gamelan ini menciptakan suasana sakral dan mendukung penari untuk masuk ke dalam keadaan trance. Komposisi musik gamelan disesuaikan dengan tahap-tahap ritual, dimulai dari nada yang lembut hingga ritme yang lebih dinamis. Seblang Bakungan biasanya menggunakan perangkat gamelan Jawa Laras Selendro dan biasanya ditambahkan Biola.
  3. Sesaji dan Persembahan >> Sesaji atau persembahan adalah bagian penting dari Seblang Bakungan. Sesaji biasanya terdiri dari aneka makanan, buah-buahan, bunga, dan dupa. Persembahan ini disiapkan oleh masyarakat desa sebagai bentuk penghormatan dan permohonan kepada roh leluhur.
  4. Pakaian dan Aksesoris Penari >> Penari Seblang mengenakan pakaian tradisional khas Banyuwangi yang disebut dengan "omprog". Kostum ini biasanya berwarna cerah dan dihiasi dengan kain-kain tradisional. Penari juga mengenakan aksesoris seperti selendang dan bunga yang ditempatkan di rambut, yang menambah keindahan dan kesakralan penampilannya. Kostum yang digunakan dalam tarian Seblang Bakungan sangat simbolis dan mencerminkan kekayaan budaya Suku Osing di Banyuwangi. Berikut adalah beberapa elemen penting dari kostum tersebut:
  5. Omprok atau Mahkota >> Penari Seblang Bakungan mengenakan omprok, sebuah mahkota yang terletak pada posisi kiri. Omprok yang digunakan biasanya sudah dalam bentuk permanen seperti mahkota yang digunakan dalam tari Gandrung.
  6. Busana Dominan Merah >> Pakaian yang dikenakan biasanya didominasi oleh warna merah, yang merupakan simbol dari keberanian dan semangat. Warna ini juga sering dikaitkan dengan unsur spiritual dan mistis dalam banyak tradisi Indonesia.
  7. Keris >> Dalam beberapa kesempatan, penari Seblang Bakungan juga membawa keris sebagai bagian dari kostumnya. Keris ini tidak hanya sebagai aksesori tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam, seringkali dianggap sebagai simbol perlawanan dan kekuatan. Pada Seblang Olehsari, fase keris ini tidak ada. Kostum dalam tarian Seblang Bakungan tidak hanya berfungsi sebagai pakaian pertunjukan, tetapi juga sebagai media yang menghubungkan penari dengan roh leluhur dan alam semesta, serta mengkomunikasikan pesan-pesan spiritual yang terkandung dalam ritual tersebut.
  8. Tempat Pelaksanaan >> Tempat pelaksanaan Seblang Bakungan biasanya berada di lokasi yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat, seperti balai desa atau area yang khusus disiapkan untuk ritual ini. Tempat tersebut dihias dengan janur, bunga, dan ornamen tradisional untuk menciptakan suasana yang khidmat.
  9. Pawang atau Pemimpin Ritual >> Pawang atau pemimpin ritual adalah orang yang bertanggung jawab memandu prosesi Seblang Bakungan. Pawang ini biasanya seorang yang dianggap memiliki pengetahuan dan kekuatan spiritual. Ia berperan dalam membuka dan menutup ritual, serta memastikan keselamatan penari yang berada dalam keadaan trance.
  10. Masyarakat Desa >> Partisipasi masyarakat desa adalah elemen penting dalam Seblang Bakungan. Seluruh warga berperan aktif dalam persiapan, pelaksanaan, dan penutupan ritual. Keterlibatan mereka menunjukkan kebersamaan dan gotong royong, serta memastikan bahwa ritual ini berjalan dengan lancar dan sesuai tradisi.
  11. Ritual Pembuka dan Penutup >> Ritual pembuka dan penutup merupakan bagian integral dari Seblang Bakungan. Pembuka biasanya melibatkan doa-doa dan ritual khusus untuk memanggil roh leluhur, sementara penutup dilakukan untuk mengembalikan roh tersebut ke alamnya dengan selamat. Kedua tahap ini penting untuk menjaga kesakralan dan keselamatan seluruh prosesi.

Setiap elemen pendukung Seblang Bakungan memainkan peran penting dalam menjaga keaslian dan kesakralan ritual ini. Kolaborasi antara penari, musik gamelan, sesaji, pakaian, tempat pelaksanaan, pawang, dan partisipasi masyarakat menciptakan sebuah harmoni yang menjadikan Seblang Bakungan sebagai warisan budaya yang unik dan berharga. Dengan menjaga dan melestarikan setiap elemen ini, tradisi Seblang Bakungan dapat terus hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Pola Gerakan

Pola gerak dalam tarian Seblang Bakungan sangat unik dan simbolis, mencerminkan kedalaman tradisi spiritual masyarakat Banyuwangi. Berikut adalah beberapa aspek penting dari pola geraknya:
  • Gerakan Hipnotis >> Penari Seblang menari dengan gerakan yang monoton dan hipnotis, yang dapat memikat dan menghipnotis para penonton. Gerakan ini dilakukan dalam keadaan trans, di mana penari dipercaya kerasukan oleh roh leluhur¹.
  • Arah Pawang >> Selama tarian, penari mengikuti arahan pawang, yang membimbing gerakannya sesuai dengan irama gamelan. Pawang memiliki peran penting dalam memastikan bahwa tarian berjalan sesuai dengan tradisi dan ritual¹.
  • Irama Gamelan >> Musik gamelan yang mengiringi tarian ini hanya menggunakan drum, gong besar atau kecil, dua set saron (metallophone), dan biola. Komposisi gamelan yang dimainkan berjumlah 28, dirancang khusus untuk mengundang roh leluhur agar bergabung dalam ritual¹.
  • Mengelilingi Desa >> Penari Seblang bergerak mengelilingi desa, menari selama kurang lebih empat jam. Gerakan ini tidak hanya sebagai pertunjukan, tetapi juga sebagai bagian dari prosesi ritual yang sakral¹.
  • Simbolisme >> Setiap gerakan dalam Seblang Bakungan memiliki makna dan simbolisme yang mendalam. Misalnya, gerakan yang monoton dan berulang melambangkan siklus kehidupan dan keterkaitan antara manusia dengan alam semesta¹

Pola gerak dalam Seblang Bakungan adalah ekspresi dari kepercayaan dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat Banyuwangi. Tarian ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sarana komunikasi antara manusia dengan roh leluhur dan alam semesta.

Post a Comment

0 Comments