PENGERTIAN WARNA DAN ASAL USUL WARNA

Pengertian warna dan asal usul warna

Blog Seni Indonesia - ewafebriart.com | PENGERTIAN WARNA DAN ASAL USUL WARNA.

Mengenal asal usul warna menjadi bagian terpenting dalam perjalanan hidup saya. Apalagi sebelum saya memutuskan untuk fokus menulis, saya lebih banyak menghabiskan hari-hari saya berkutat dengan cat-cat lukis. Tulisan ini merupakan gerbang awal dalam pencarian saya tentang memahami bagaimana sebuah warna terbentuk. Dalam tulisan ini terdapat beberapa pendapat dan teori tentang warna dari beberapa ilmuwan yang berbeda zaman dan sudut pandangnya. 

PENGERTIAN WARNA DAN ASAL USUL WARNA 


Pengalaman hidup sebagai seorang penjaga toko alat lukis, membuat saya semakin merasa penasaran dengan keberadaan dan peran warna dalam kehidupan kita. Hal inilah yang kemudian mendorong saya untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang teori warna.

Semakin hari saya semakin penasaran dengan beberapa hal, terutama yang berhubungan bagaimana sebuah warna terbentuk. Dahulu saya hanya mengenal cara terjadinya warna karena proses pembiasan cahaya yang terjadi pada sebuah benda yang bersifat transparan. Teori ini tentu sangat terkenal dan telah kita pelajari saat berada di bangku sekolah.

Namun, semenjak saya mengenal tentang warna dengan segala pernak-perniknya, justru muncul pemikiran lainnya ?
  • Benarkah sebuah warna hanya terjadi karena proses pembiasan cahaya saja ?
  • Bukan kah di dunia ini terdapat pigmen-pigmen yang digunakan untuk membentuk warna menjadi bahan material pewarna lainnya ?
  • Lantas bagaimana pigmen ini bisa terbentuk ?
  • Apa relasi cahaya dan pigmen warna pada suatu objek ?
  • Apakah kulit manusia berwarna karena murni proses pembiasan cahaya saja ?
  • Bukankah dalam kitab suci Al Quran, Tuhan telah menyebutkan tentang perbedaan warna kulit pada manusia ? Bagaimana proses terjadinya ?
  • Bukankah dalam tubuh manusia terdapat melanin yang berfungsi memberikan warna pada kulitnya ? Bagaimana proses kerjanya ? dan seterusnya.

Pertanyaan ini kemudian membawa saya pada suatu riset tentang bagaimana proses sebuah warna terjadi pada suatu benda ?

PENGERTIAN WARNA 

Pengertian warna



Warna menjadi elemen yang tak terpisahkan dalam kehidupan kita. Warna menjadi salah satu faktor yang bisa digunakan sebagai petunjuk dan identitas suatu benda. Warna juga mampu membuat suatu benda memiliki makna dan pengaruh psikologi tertentu bagi yang memandangnya. Warna menjadi bagian terpenting pada sebuah benda. 

Untuk memahami tentang warna, sebaiknya kita belajar tentang definisinya. Ada beberapa pendapat tentang definisi warna yang disampaikan oleh beberapa tokoh. Di antaranya : 

  • SULASMI DARMA PRAWIRA : Warna adalah salah satu unsur keindahan dalam seni dan desain selain unsur-unsur lainnya." (Prawira S.D, 1999, hal. 4) i
  • SADJIMAN EBDI SANYOTO : Warna secara objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan atau secara subjektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indra penglihatan. (Sanyoto, S.E., 2011) ii
  • ALI NUGRAHA : Warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenalnya. (Nugraha, A., 2008, hal. 34) iii
  • ENDANG WIDJAYANTI LAKSONO : Warna yang kita lihat merupakan bagian dari warna yang dipantulkan atau diteruskan. (Laksono, E.W., 1998, hal. 42) iv
  • ISAAC NEWTON : Warna merupakan suatu fenomena alam berupa cahaya yang mengandung spektrum dan pigmen. 
Dari beberapa pendapat di atas kita bisa menyimpulkan bahwasanya, 

"Warna adalah suatu fenomena yang ditangkap oleh reseptor mata di mana ia merupakan proses pembiasan cahaya yang menghasilkan spektrum warna apabila dipantulkan pada sebuah benda dan juga dipengaruhi oleh pigmen yang dihasilkan oleh benda yang menjadi target pantulan tersebut." 

Artinya dalam warna terdapat proses pembiasan cahaya yang terjadi serta pengaruh pigmen warna yang dihasilkan oleh benda yang dipantulkan tersebut. Tak hanya itu, yang menjadi bagian terpenting adalah adanya mata yang berfungsi sebagai reseptor terjadi pembiasan cahaya tersebut. Tanpa adanya mata, maka warna tidak bisa dijelaskan dengan lengkap. 

PERSPEKTIF SAINS


Terjun ke dunia seni, terutama yang berhubungan dengan seni lukis, selalu akan membawa kita kepada pelajaran tentang warna. Hal ini sangat menarik bagi saya secara pribadi, karena dalam kehidupan sehari-hari selama kurun waktu lima belas tahun, saya berkecimpung dengan dunia warna. Dari sini lah kemudian sering timbul rasa penasaran tentang "bagaimana sebuah warna bisa terjadi ?"

TEORI ISAAC NEWTON

teori Isaac Newton


Teori warna yang paling populer dan yang paling sering digunakan dalam pelbagai aspek adalah Teori Isaac Newton. Di mana dalam teori optik yang berhubungan dengan warna, Newton berpendapat bahwa :

"Warna adalah interaksi objek dengan cahaya yang sudah berwarna, sementara objek tidak menciptakan warna itu sendiri" ~ Isaac Newton.

Jadi pada dasarnya bagi Newton, benda yang memiliki warna, sesungguhnya tidak menciptakan warna itu sendiri. Objek hanya akan memiliki warna apabila ia berinteraksi dengan cahaya. Sebuah apel pada dasarnya tidak memiliki warna merah atau pun hijau, Apel hanya akan memiliki warna merah atau hijau ketika ia berinteraksi dengan cahaya. Cahaya yang memiliki banyak warna akan berinteraksi dengan buah apel. Warna lain selain warna yang ditampilkan oleh apel, akan terserap di dalam apel. Sementara warna yang ditampilkan oleh buah apel (merah atau hijau) merupakan warna yang dipantulkan, sehingga tertangkap oleh mata pengamat (kita).

Teori ini di dapat setelah Newton melakukan eksperimen dalam ruangan yang gelap dengan memberikan lubang kecil sebagai area masuknya cahaya. Melalui lubang ini, Newton memberikan cahaya putih yang di hadapannya diletakkan sebuah prisma segitiga berwarna bening (transparan). Cahaya yang masuk dari lubang kecil tersebut kemudian memantul pada prisma yang berbentuk segitiga. Di sebelah sisi lain prisma tersebut justru timbul cahaya lain yang berbeda-beda. Cahaya inilah yang kita kenal sebagai warna.

Adapun cahaya yang timbul akibat proses pantulan cahaya tersebut adalah warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Warna ini kemudian kita sebut dengan warna pelangi. Hal ini dikarenakan, pembiasan cahaya yang terjadi pada saat turun hujan oleh sinar matahari menimbulkan fenomena alam pelangi. Kejadian ini selaras dengan eksperimen yang dilakukan oleh Newton melalui pemantulan cahaya pada prisma di ruangan gelap.

Dari tujuh warna yang muncul akibat pembiasan cahaya pada prisma yang pertama, kemudian dilakukan kembali melalui proses yang salam pada prisma yang kedua. Fenomena yang terjadi adalah tujuh warna tersebut, kembali lagi menjadi satu cahaya berwarna putih. Hasil eksperimen inilah yang kemudian membuat Newton menyimpulkan bahwasanya warna berasal dari cahaya.

Dalam kajiannya tentang optik, Newton menegaskan bahwa cahaya pada dasarnya terbentuk dari partikel-partikel yang sangat halus. Partikel halus ini kemudian di refraksikan 1 kepada medium atau objek lain yang memiliki partikel lebih kasar. Secara konsep, Newton mengungkapkan bahwa pergerakan cahaya mirip dengan gelombang pada suara di mana gelombang tersebut bisa dipantulkan atau diteruskan. i

TEORI ARISTOTELES


Pada masa Aristoteles, warna dianggap sebagai campuran antara cahaya dan gelap, hitam dan putih. Hal ini terjadi karena pada masa ini (Yunani Kuno, 384-322 SM (Sebelum Masehi)), pengelompokan warna belum se-detail masa sekarang. Terlebih ilmu pengetahuan belum berkembang secara pesat seperti saat ini.

Menurut Aristoteles setiap benda memiliki suatu bentuk (form) dan hanya mampu dilihat atau dikenali oleh mata pengamat melalui sebuah medium. Medium ini bisa berupa udara yang bersifat tembus pandang (transparan) di mana sebuah benda akan mampu terlihat apabila ada paparan cahaya yang mengenainya. Benda atau objek tidak akan mampu ditangkap oleh mata pengamat apabila tidak ada cahaya atau gelap. Oleh sebab itu, cahaya menjadi komponen terpenting agar manusia mengenali objek yang ada dihadapannya.

Dalam teori Aristoteles, warna benda ditentukan oleh medium penghantarnya. Apabila medium penghantar ini berbentuk benda padat dan tidak transparan, maka warna benda ini sulit untuk dikenali. Secara tidak langsung, teori Aristoteles ini mengajarkan kepada kita bahwa warna hanya akan terlihat atau tampak apabila medium yang berada antara objek dan mata pengamat bersifat transparan.

TEORI IBNU SINA DAN AL TUSI


Teori warna Ibnu Sina dan Al Tusi (diyfabcolab.com)

Pada dasarnya Ibnu Sina dalam bukunya Kitab As Shifa menyetujui pendapat tentang teori warna yang diungkapkan oleh Aristoteles. Namun karena perbandingan kurun waktu yang cukup lama antara kedua tokoh tersebut, gagasan teori warna yang diungkapkan oleh Ibnu Sina dan Al Tusi cenderung lebih lengkap dibandingkan apa yang disampaikan oleh Aristoteles.

Meski secara proses kedua tokoh Islam ini menyetujui apa yang disampaikan oleh ilmuwan pendahulu, namun untuk beberapa urutan warna yang ditemukan mereka memiliki sedikit perbedaan. Jika warna primer dalam diagram Aristoteles terdapat warna biru, maka dalam diagram Ibnu Sina, justru warna biru tersebut tidak ada. Yang muncul kemudian warna indigo. Tak hanya itu, Ibnu Sina juga sudah mulai menyoroti tentang gradasi warna yang dibentuk. Hal ini terdapat dalam diagram yang diungkapnya.

Ibnu Sina adalah salah satu tokoh yang telah mengembangkan gagasan tentang gradasi warna dalam diagramnya, hal ini terlihat dari urutan warna pengaruh warna pale dan grey dalam mempengaruhi warna lainnya. Jika Aristoteles memasukkan warna violet dalam diagramnya, Ibsu Sina justru tidak mengembangkannya. Ia justru menggunakan warna Red Brown atau merah kecoklatan yang sering disebut dengan istilah maroon atau crimson alizarin sebagai warna primernya. Hal ini membuktikan bahwa ia telah memiliki gagasan tentang gradasi warna.

Al Tusi justru mengembangkan teori tentang gagasan gradasi warna lebih mendetail dari Ibnu Sina. Bahkan dari diagram warnanya ia membuat list warna gradasi dari warna primer kuning, hijau, merah dan biru. Jika diperhatikan lebih seksama gradasi warna yang dihasilkan oleh Al Tusi merupakan perpaduan gagasan dari ibnu Sina dan Aristoteles. Bagi Al Tusi pencampuran warna kuning dan warna biru mampu menghasilkan gradasi warna hijau yang lebih bervariasi dibandingkan gagasan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina.

Dalam diagram Al Tusi terdapat 25 nama warna lengkap dengan gradasi warna berbeda yang dihasilkan melalui proses pencampuran warna (warna sekunder), Hal ini membuktikan bahwa nama warna dan istilah yang digunakan sudah mulai berkembang dengan pesat.

TEORI AL BIRUNI


Tokoh ilmuwan Islam yang membahas tentang teori warna pada dasarnya tidak hanya Ibnu Sina dan Al Tusi saja, ada Al Biruni ( 973 - 1048) dalam manuskripnya yang berjudul "Mas'udic Canon (Al Qanun Al Mas-udi)" yang mengemukakan bahwasanya "warna sebuah benda bisa berubah tergantung pada cahaya yang meneranginya.

"Sebuah teratai berwarna abu-abu dalam cahaya matahari akan nampak berwarna merah dalam cahaya lilin."

Dari pengamatan Al Biruni kita bisa menyimpulkan bahwasanya warna yang terdapat pada sebuah benda akan menghasilkan warna yang berbeda jika jumlah cahaya yang meneranginya berkurang. Dalam dunia fotografi di masa modern seperti sekarang ini kita bisa melihat perubahan tersebut dengan cara mengubah exposure 1 pada kamera digital atau mobile camera 2. Pun kita juga bisa mengamati perubahan ini jika kita memotret objek yang sama dalam waktu yang berbeda (siang dan malam).

TEORI AL KINDI


Tokoh Islam lainnya yang berpengaruh dalam perkembangan tentang teori warna selain Al Biruni adalah Al Kindi. Al Kindi memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya'qub bin Ishaq Al-Kindi yang lahir pada tahun 805 Masehi. Ia dikenal sebagai seorang filsuf Muslim pertama dari kalangan Islam. Karya-karyanya banyak digunakan sebagai referensi oleh para filsuf setelahnya. Selain menguasai bahasa Arab, Al Kindi juga menguasai bahasa Yunani. Itulah mengapa karya-karyanya juga banyak dipengaruhi oleh para filsuf dari Yunani seperti Aristoteles dan Plotinus. (wikipedia.org/wiki/Al-Kindi)

Al-Kindi dikenal sebagai tokoh yang mengusai berbagai macam disiplin ilmu, ia menguasai tentang metafisika, etika, logika dan psikologi. Tak hanya itu, ia juga mahir dengan ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik. Pun tentang topik-topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.

Meski ia banyak dipengaruhi oleh gagasan dari Aristoteles, namun ia memiliki pendapat yang berbeda dalam hal pandangan tentang teori warna. Ia menganggap pandangan bahwa medium yang transparan menjadi penentu atau pembuat warna pada suatu benda adalah tidak valid. Justru ia berpendapat bahwa :

"Warna berasal dari suatu benda (dense object) yang terletak di hadapan kita (sebagai seorang pengamat). Adapun medium yang terletak pada di antara kita dan benda (objek) hanya bersifat menghalangi dan tidak mempengaruhi pandangan kita terhadap benda tersebut."

Artinya , pada dasarnya ada cahaya atau pun tidak ada cahaya sebuah benda tetap akan memiliki sebuah warna. Seorang pengamat tidak mampu melihat warna atau benda karena terhalang oleh sebuah medium (cahaya atau udara). Hal ini bertentangan dengan gagasan Aristoteles di mana ia berpendapat bahwa sebuah benda dianggap memiliki warna tergantung dari sifat objeknya (transparan). Pandangan dari Al Kindi diikuti oleh Ibn Al-Haytham (965 - 1040 M) dan juga Qutb Al Din Al Shirazi (1236 - 1311 M) (Kirchner, 2015, hal. 6)

PERSPEKTIF BIOLOGI

Melanosit, Penghasil melanin di bawah lapisan basal, epidermis. 


Warna Substractive adalah jenis warna yang mengambil sudut pandang bahwasanya warna berasal dari bahan material yang disebut dengan pigmen. Pigmen sendiri biasanya terdapat pada binatang dan tumbuhan. Bahkan ada juga pigmen yang sintesis yang berasal dari bahan material alam namun juga mendapatkan material lain yang bersifat sintetis.

Secara biologis warna pada dasarnya terbuat dari pigmen yang dihasilkan olek kelenjar tertentu. Misalnya, warna kulit yang ada dalam tubuh manusia. di mana warna ini dihasilkan oleh melanin yang diproduksi oleh melanosit 2 yang ditemukan di lapisan basal di bagian epidermis.

Melanin adalah pigmen gelap yang berfungsi untuk mengatur warna kulit. Setelah disintesis, melanin disimpan di organel khusus yang disebut melanosom yang dapat diangkut ke keratinosit terdekat untuk memicu pigmentasi. Melanin sendiri berfungsi untuk melindungi kulit dari radiasi ultraviolet. (wikipedia.org)

Secara umum, melanosit menghasilkan jumlah melanin yang sama pada diri manusia. Namun pada kondisi tertentu atau pada kelompok etnis yang berbeda, melanin yang dihasilkan tidak memiliki jumlah yang sama, sehingga menciptakan warna kulit yang berbeda-beda pula. Bahkan ada pula manusia yang melanositnya hanya menghasilkan jumlah melanin yang sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Kondisi ini mengakibatkan fenomena albinisme atau menjadikan seseorang albino.

Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya warna juga dihasilkan oleh tubuh manusia melalui pigmen warna. Di tubuh manusia pigmen warna ini dinamakan melanin. Bisa saja pigmen warna pada binatang atau tumbuhan memiliki istilah yang berbeda. Paling tidak, proses pembentukan warna dalam diri manusia melalui melanosit yang terdapat di bawah lapisan basal membuktikan bahwasanya, suatu warna juga dibentuk dalam suatu objek. Hal ini selaras dengan pendapat Al Kindi, di mana objek memiliki warna dalam dirinya, terutama objek makhluk hidup. Meskipun warna tersebut tidak menempel secara statis. Karena pigmen warna ini sifatnya lebih dinamis.

Hal ini membuka cakrawala baru bagi pengetahuan kita bahwasanya :

"Suatu objek, meski ada dan tidak adanya cahaya, pada dasarnya ia juga mampu menghasilkan suatu warna secara mandiri. Hanya saja, untuk bisa mengenali warna tersebut, objek tetap harus berinteraksi dengan cahaya."

Interaksi cahaya berfungsi untuk membuat suatu warna yang telah ada semakin terlihat jelas dan solid. Sehingga pigmen yang dihasilkan akan lebih terlihat jelas dan terang oleh mata pengamat. Artinya warna kulit manusia akan tetap terlihat nyata apabila terjadi proses produksi warna dari dalam melanositnya, kemudian ia secara langsung terpapar oleh cahaya. Sehingga mata para pengamat akan mampu menangkap warna kulit yang ada. Konsep ini juga terjadi pada makhluk hidup lainnya seperti tanaman ataupun binatang.

PERSPEKTIF AGAMA & SPIRITUAL


Pada dasarnya istilah warna telah disebutkan dalam beberapa konsep ajaran agama, meski memiliki perspektif yang berbeda. Warna dalam agama Budha dan Hindu adalah penggambaran dari perbedaan sistem kasta. Karena istilah warna pada dasarnya berasal dari bahasa Sanskerta "Varna" yang bermakna kelas sosial dalam hierarki sistem kasta. Ideologi ini dikembangkan dalam teks seperti pada Manusmerti 1.

Sementara pada Kitab Suci Injil dan Al Quran, Warna merupakan sebuah nama yang berfungsi sebagai identitas atau keterangan dari suatu benda. Tak hanya itu, pada agama Katolik, warna memiliki fungsi dan makna tertentu yang digunakan dalam ritual perayaan. Sebut saja ada istilah tentang Rabu abu dan Kamis putih, dua upacara ritual yang dilakukan sebelum Jumat Agung dalam serangkaian upacara perayaan Hari Raya Paskah.

Seperti yang telah saya bahas bagian awal, salah satu inspirasi saya dalam membuat ebook ini adalah Al Quran, di mana dalam kitab suci umat Islam ini, Allah SWT telah berfirman tentang nama warna dalam berbagai surat. Hal ini membuktikan bahwa warna merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Di mana kita bisa menemukan ayat yang berhubungan dengan nama warna ?

Dalam QS Ar Rum ayat 22, Allah SWT berfirman :

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui." ~ QS Ar Rum 22

Dari QS Ar Rum ayat 22 kita sudah bisa menyaksikan dengan jelas bahwa penciptaan warna terutama yang berhubungan dengan warna kulit merupakan sebuah tanda KebesaranNya yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Dan melalui ayat ini pula saya menyadari bahwasanya warna terjadi tak hanya sekadar dampak dari proses pembiasan semata. Tetapi dengan sengaja dan pasti, warna tersebut ditanamkan oleh Tuhan dalam tubuh manusia. Dalam hal ini terdapat pada pigmen penghasil warna kulit yang ada dalam tubuh manusia.

"Maka pembentukan warna bukan semata-mata karena pengaruh spektrum warna atas pembiasan cahaya yang diserap oleh suatu benda begitu saja. Tetapi juga karena ada proses pembentukan warna yang terjadi dalam suatu benda."

Hal ini selaras dengan pandangan dari Al Kindi, di mana warna berasal dari benda itu sendiri, terutama yang berhubungan dengan benda hidup. Sementara pada benda mati, warna bisa berasal dari pengaruh pembiasan atau penambahan materi pigmen dari luar dirinya. Pendapat Al Kindi :

"Warna berasal dari suatu benda (dense object) yang terletak di hadapan kita (sebagai seorang pengamat). Adapun medium yang terletak pada di antara kita dan benda (objek) hanya bersifat menghalangi dan tidak mempengaruhi pandangan kita terhadap benda tersebut."

Ini artinya, dalam beberapa kasus terutama yang berhubungan dengan makhluk hidup yang mampu memproduksi enzim warna dalam tubuhnya, "tidak mendapat pengaruh dari ada dan tidaknya cahaya". Mereka secara mandiri mampu menghasilkan warna, meski untuk bisa mengenali warna yang dihasilkan oleh enzim tersebut, kita tetap membutuhkan cahaya.

Konsep ini tentu tidak berlaku pada sebagian dari benda mati. Warna pada benda mati bisa dimanipulasi oleh manusia dengan menambahkan pigmen buatan agar menghasilkan warna tertentu. Di sinilah konsep yang dibangun oleh Newton berlaku. Bahwa warna yang kita tangkap dari benda-benda tersebut karena adanya proses pembiasan cahaya.

Dengan memahami ketiga perspektif tentang asal usul penggunaan warna, kita bisa mengetahui peran warna dalam kehidupan kita itu sangatlah penting. Belum lagi tentang warna-warna yang timbul karena gelombang tubuh kita yang disebut dengan aura dalam sistem Cakra. Hal ini membuktikan warna tidak hanya perlu dibahas dalam satu sudut pandang sains saja, tetapi juga perspektif spiritual atau agama. Dengan begitu kita bisa melihat proses pembentukan warna lebih komprehensif atau menyeluruh. 

Mempelajari tentang warna, pada dasarnya kita juga harus belajar tentang optik dan perspektif. Karena kedua hal ini tidak bisa terpisahkan. Apalagi jika menyangkut tentang cahaya. Mau tidak mau kita juga harus mempelajari tentang efek dan fenomena yang terjadi akibat perubahan cahaya. Bahasan lengkap tentang asal usul warna, rencananya akan saya ulas lebih detail dan lengkap dalam bentuk ebook. Semoga ke depannya, InshaAllah saya mampu menyelesaikan tulisan ini secara detail dan melihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Doakan ya ? hehehe... Alhamdulillah !

Notes : 
  1. Refraksi mata merupakan proses masuknya cahaya dari bagian depan mata (kornea, pupil, retina) untuk dibiaskan tepat pada retina (bagian belakang mata).
  2. Melanosit adalah sel penghasil melanin yang dapat ditemui di lapisan bawah (stratum basale) epidermis kulit, lapisan tengah mata (uvea), telinga dalam, epitelium vagina, meninges, tulang,dan jantung.

Referensi : 

  • [i] Nadhira FS, 2020, Isaac Newton dan Teori Warna, Diakses pada 9 Agustus 2023 dari https://banawasekaracademia.home.blog/2020/05/11/isaac-newton-dan-teori-warna/
  • Thabroni, Gamal, 2018, Teori Warna : Proses Terjadinya Warna Menurut Para Ahli, Diakses pada 29 Juli 2023 dari https://www.serupa.id/teori-warna 
  • Rahmah, Nadia. 2021. Sistem Warna dari Aristoteles Hingga RGB dan CMYK, Diakses pada 31 Juli 2023 dari https://www.diyfabcolab.com/2021/07/24/sistem-warna-dari-aristoteles-hingga-rgb-dan-cmyk/ 



Post a Comment

0 Comments