RAGAM ANGKLUNG BANYUWANGI : ANGKLUNG CARUK, ANGKLUNG TETAK & ANGKLUNG PAGLAK

Ragam Angklung Banyuwangi : Angklung Caruk, Angklung Tetak & Angklung Paglak.

Blog Seni Indonesia - ewafebriart.com | Ragam Angklung Banyuwangi : Angklung Caruk, Angklung Tetak & Angklung Paglak.

Selain Kendang Kempul, Banyuwangi menyimpan banyak kekayaan seni dan budaya. Salah satunya seni angklung. Angklung di Banyuwangi memiliki ragam jenis. Biasanya setiap angklung memiliki aturan dan cara tersendiri dalam memainkannya. Di antaranya ada Angklung Caruk, Angklung Paglak dan Angklung Tetak. Lantas apa saja perbedaannya ? Simak yuk !

RAGAM ANGKLUNG BANYUWANGI : ANGKLUNG CARUK, ANGKLUNG TETAK & ANGKLUNG PAGLAK

Belakangan ini saya memang sedang gencar untuk membahas tentang seni dan budaya di kota Banyuwangi. Bulan ini pun saya ingin mengangkat seni musik khas Banyuwangi yang menggunakan alat musik bambu, yakni Angklung. Salah satu alasan saya membahas tentang seni dan budaya Banyuwangi adalah supaya banyak yang mengenal kota Banyuwangi dan tertarik untuk mengunjunginya. Berikut ulasannya. 

Angklung Caruk

Angklung Caruk Adalah

Sejarah Angklung Caruk dimulai sekitar tahun 1921, dan tentu saja tak terlepas dari pengaruh budaya Bali. Terlebih letak Banyuwangi memang begitu dekat dengan Bali. Pun jika kita tarik ke belakang tentang sejarah Blambangan, Banyuwangi dan Bali merupakan saudara yang terpisah oleh jarak dan kebiasaan saja.

Sejarah dan Perkembangan Angklung Caruk

Berawal dari seniman Bali yang tinggal di kota Banyuwangi bernama Mbah Druning. Beliau berkontribusi dalam inovasi penambahan instumen musik dari Bali seperti slentem, saron dan ketuk ke dalam ansambel angklung. Maka terciptalah ragam angklung baru yang memiliki perpaduan ciri khas Bali dan Jawa. Inovasi ini yang membentuk ciri khas pada Angklung Caruk.

Berdasatkan etimologinya, Angklung Caruk berasal dari kata "Caruk" dalam bahasa Madura yang berarti beradu atau berkompetisi. Pertunjukan ini dilakukan dengan cara berkompetisi di antara dua kelompok pemain angklung yang saling menunjukkan kemampuannya masing-masing. Tradisi ini mulai mengakar bagi masyarakat Osing Banyuwangi. 

Bukan hanya sebagai media hiburan saja tetapi juga menjadi identitas serta ikon kota Banyuwangi bahkan juga untuk menjalin kebersamaan dan menciptakan persaingan yang sehat. Angklung Caruk biasanya digelar dalam acara pernikahan. panen raya atau upacara adat lainnya.

Pada awalnya Angklung Caruk dimainkan dengan instrumen yang sederhana. Dan biasanya digelar secara spontan (uhuy) di tengah-tengah masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan zaman, seni pertunjukan yang satu ini mengalami perubahan dalam segi teknis maupun penyajiannya. Beberapa perubahan tersebut bisa kita lihat dalam aspek-aspek berikut ini :

  • Modernisasi Instrumen : Secara kualitas, instrumen yang digunakan dalam Angklung Caruk mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dengan pemilihan material pembuatan angklung mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Beberapa kelompok musik bahkan membuat inovasi dengan menambahkan instrumen tradisional lainnnya seperti kendang, gong dan saron. Sehingga hasil komposisi musiknya menjadi lebih kaya dan unik.
  • Penyempurnaan Teknik dan Repertoar : Para pemain angklung mulai mempelajari teknik bermain yang lebih kompleks dan juga terstruktur. Bahkan juga menciptakan instrumen musik yang lebih bervariasi dan menarik. Tak hanya itu, repertoar lagu yang dimainkan juga berkembang. Tidak hanya mencakup lagu-lagu tradisional tetapi juga komposisi lagu modern dan juga lagu yang sedang populer. Dengan cara ini, target audiensi juga semakin luas karena musik yang dimainkan juga lebih relevan dengan zaman sekarang.
  • Pentas dan Festival : Jika sebelumnya Angklung Caruk hanya bisa kita nikmati dalam acara pernikahan atau pun panen raya saja, kini kita juga bisa menikmatinya dalam berbagai acara resmi dan festival budaya. Baik di tingkat daerah maupun nasional. Salah satunya adalah Festival Angklung Caruk yang rutin di adakan di kota Banyuwangi.

Selain aspek di atas, pemerintahan Banyuwangi juga melakukan upaya-upaya berkelanjutan untuk melestarikan kesenian ini. Salah satunya dengan adanya banyak sanggar dan sekolah musik yang mengajarkan tentang permainan angklung kepada generasi saat ini. Workshop dan pelatihan juga sering dilakukan guna untuk meningkatkan keterampilan para pemain serta memperkenalkan teknik baru.

Instrumen Angklung Caruk

Seni pertunjukan Angklung Caruk tidak hanya dikenal karena iramanya yang harmonis dan ritmis tetapi juga keunikan instrumen yang digunakan, Selain itu penyajiannya yang kompetitif dan penuh semangat membuat pertunjukan ini selalu dinantikan oleh masyarakat Banyuwangi. Penasaran enggak dengan instrumen yang digunakan ? Nah, berikut ini beberapa instrumen yang digunakan dalam pertunjukannya :

Angklung 

Instrumen utama yang digunakan adalah angklung. Alat musik yang terbuat dari bambu ini ternyata mampu menghasilkan komposisi musik yang indah apabila dimainkan dengan teknik yang tepat. Proses pembuatan instrumen angklung juga membutuhkan keterampilan khusus sehingga bisa menghasilkan suara yang harmonis. 

Tak hanya itu, para pengrajin juga tidak bisa mengabaikan sisi estetikanya, di mana angklung di desain sedemikian rupa agar nampak indah secara visual. Selain itu unsur struktur juga harus diperhatikan, di mana dalam setiap angklung tidak hanya menggunakan satu bambu saya tetapi beberapa tabung bambu yang bisa menghasilkan nada berbeda sehingga saat dimainkan secara bersamaan akan terdengar harmonisasi suara.

Instrumen Pendukung 

Selain angklung dalam bentuk tabung bambu, angklung caruk biasanya juga dilengkapi dengan instrumen pendukung lainnya di antaranya :
  • Kendang >> Alat musik satu ini memang sangat cocok dikolaborasikan dengan berbagai macam instrumen lain. Sebagai alat musik perkusi, kendang memainkan peran penting dalam membangun ritme dan dinamika pada seni pertunjukan ini. Kendang terbuat dari kayu dengan membran yang biasanya terbuat dari kulit hewan.
  • Gong >> Gong adalah alat musik yang terbuat dari logam, serta mampu menghasilkan nada resonan yang mendalam. Biasanya gong juga digunakan untuk menandai perubahan irama dalam satu komposisi musik.
  • Saron >> Saron adalah alat musik gamelan yang terbuat dari logam dan dimainkan dengan cara dipukul menggunakan palu kayu. Saron mampu menghasilkan suara yang jelas dan keras sehingga menambah irama angklung lebih harmonis dan indah.

Selain instrumen di atas, dalam permainan angklung teknik dan keterampilan para pemain dalam koordinasi sangat penting dilakukan. Setiap kelompok pemain harus mampu memainkan alat musik dengan sinkronisasi yang harmonis dan dinamis. Teknik permainan Angklung melibatkan goyangan yang cepat dan ritmis serta membutuhkan ketangkasan tangan dan pemahaman tentang nada dan melodi.

Tantangan dan Upaya Angklung Caruk di Era Globalisasi

Sebagai warisan budaya yang secara turun-temurun dilakukan, angklung caruk juga menghadapi banyak tantangan tentang kelestariannya. Salah satunya adalah bagaimana cara beradaptasi dengan pengaruh budaya modern dan kontemporer yang semakin menggerus di era global saat ini. Apa saja sih kira-kira tantangan yang dihadapi oleh Angklung Caruk agar mampu bertahan di zaman ini ?

  • Pengaruh Budaya Asing >> Arus globalisasi berdampak pada masuknya budaya asing yang lebih modern dan populer di tengah generasi muda saat ini. Musik dan budaya di luar Banyuwangi seperti Kpop, EDM dan lain-lain yang lebih digemari menjadi faktor tantangan bagi seni pertunjukan ini untuk tetap bertahan.
  • Perubahan Gaya Hidup >> Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin sibuk dan fokus pada teknologi digital juga menjadi salah satu tantangan. Keadaan ini bisa mempengaruhi minat masyarakat kepada seni tradisional. Adanya gadget dan sosial media seperti Tiktok dan Instragam juga mmbuat seni pertunjukan ini ditinggalkan oleh penerusnya. Karena banyak generasi muda saat ini yang tidak lagi belajar dan mempratikkan instrumen dan musik tradisional.
  • Kurangnya Dokumentasi dan Sumber Daya >> Kurangnya dokumentasi yang memadai tentang teknik atau pun sejarah membuat pengetahuan tentang Angklung Caruk ini tidak banyak dikenal oleh masyarakat. Tak hanya itu, keterbatasan sumber daya finansial dan infrastruktur juga menjadi hambatan dalam upaya pelestarian seni ini.
  • Regenerasi Seniman >> Dan yang paling besar tantangannya adalah regenerasi seniman. Banyak seniman tradisional yang sudah lanjut usia, sementara minat anak muda untuk meneruskan sudah sangat berkurang.

Tantangan besar Angklung Caruk untuk bertahan di era modern ini mungkin juga dialami oleh beberapa jenis seni tradisional lainnya. Meski begitu, kita juga membutuhkan upaya-upaya agar kelangkaan seni ini tidak terjadi, di antaranya bisa dengan cara-cara berikut ini :

  • Pendidikan dan Pelatihan >> Pendidikan informal maupun formal mampu meningkatkan minat generasi muda untuk belajar dan memperdalam seni ini sehingga ada penerusnya. Misalnya saja dijadikan ekstra kulikuler di sekolah.
  • Festival dan Kompetisi >> Adanya festival dan kompetisi juga bisa menjadi penyemangat anak muda untuk belajar sekaligus melestarikan seni ini.
  • Inovasi dalam Pertunjukan >> Adanya kolaborasi atau inovasi dalam pertunjukan ini juga bisa membuat angklung caruk menjadi sangat kekinian. Misalnya dengan menggabungkan instrumen tradisional dan konteporer serta mengadaptasi lagu-lagu yang populer atau memberi sentuhan musik yang kekinian.
  • Dukungan pemerintah dan komunitas >> Dukungan pemerintah dan komunitas juga bisa menjadi salah satu solusi untuk bisa melestarikan seni pertunjukan ini. Tidak hanya di wilayah lokal saja tetapi juga nasional atau bahkan internasional.
  • Pemanfaatan media sosial dan Digital >> Kanal seperti Youtube, Tiktok atau Reel Instragram juga bisa menjadi media sosialisasi seni pertunjukan ini. Terlebih jika disajikan dengan kualitas video dan gambar yang memukau dan estetik, sehingga banyak orang yang penasaran untuk melihatnya.
  • Kolaborasi dengan seniman atau musisi modern >> Kerja sama seniman lintas generasi juga bisa menjadi salah satu upaya untuk memperkenalkan seni ini ke generasi muda. Dengan begitu seni pertunjukkan ini akan terasa lebih relevan dan kekinian bagi anak-anak muda saat ini.

Dalam beradaptasi di era globalisasi, Angklung Caruk tidak hanya menghadapi berbagai macam tantangan, tetapi juga harus menemukan peluang untuk berkembang dan berevolusi. Melalui upaya pelestarian yang melibatkan pendidikan, kompetisi, festival, inovasi dan dukungan pihak-pihak terkait diharapkan mampu mempertahankan relevansinya dan menarik minat generasi muda. '8\

Angklung Tetak

Apa sih Angklung Tetak ?

Jenis Angklung yang kedua dan dikenal di tengah masyarakat Banyuwangi adalah Angklung Tetak. Angklung ini konon sudah populer sejak lama banget. Seperti apa sejarah, perkembangan dan tantangan yang dihadapi di era modern saat ini ? yuk kita bahas !

Sejarah dan Perkembangan Angklung Tetak

Angklung Tetak Banyuwangi memiliki akar sejarah yang mendalam, berawal dari zaman Kerajaan Blambangan. Instrumen ini kemudian menjadi bagian terpenting dari kekayaan budaya yang ada pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Di mana masyarakat Banyuwangi menciptakan kreasi baru dengan menggunakan angklung untuk mengiringi tembang Osing. 

Semenjak kemunculannya hingga Indonesia merdeka, kesenian Angklung terus berkembang dengan berbagai ragam termasuk Angklung Tetak. Pada tahun 1950, Angklung Tetak mulai dikenal luas. terlebih kala itu Indonesia sudah merdeka sehingga pertunjukan seni sering ditemukan di mana-mana. Pada tahun 1974, instrumen ini mulai mengalami penyempurnaan, terutama dari segi irama. Komposisi Angklung ini biasanya disusun dalam tiga oktaf tangga nada pentatonik selendro Banyuwangian, hingga sebanyak 15 nada. 

Kesenian Angklung Tetak biasanya bisa kita temui di acara pernikahan, khitanan dan acara adat lainnya di kota Banyuwangi. Bahkan juga dalam beberapa momen dimainkan dalam ritual keagamaan atau upacara adat lainnya. "Tetak" dalam bahasa setempat berarti "menjaga di malam hari". Angklung Tetak dulunya digunakan sebagai alat bantu untuk jaga malam (poskamling), khususnya di desa Glagah, Banyuwangi, tempat instrumen ini mulai populer pada tahun 1950.

Instrumen Angklung Tetak

Dari segi bahasa, Angklung Tetak bisa diartikan sebagai alat musik yang terbuat dari bambu yang cara memainkannya dipukul. "Tetak" juga memiliki makna memukul atau menetak. Bahan material yang digunakan untuk membuat instrumen ini sama seperti jenis angklung lainnya yakni terbuat dari bambu. 

Hanya saja cara memainkan Angklung Tetak tidak seperti angklung caruk yang digoyangkan melainkan di pukul. Secara konsep mirip dengan cara bermain kolintang. Setiap bagian dari angklung tetak dibentuk sedemikian rupa hingga menghasilkan nada-nada yang berbeda dan bisa menciptakan harmonisasi ketika dimainkan.

Cara memainkan memang terlihat sederhana, namun butuh keterampilan khusus sehingga bisa menciptakan melodi yang enak dinikmati. Di sinilah letak seninya, di mana para pemain harus mampu mengombinasikan berbagai nada menjadi sebuah komposisi musik yang harmonis.

Perbedaan Angklung Tetak dan Angklung Caruk bisa kita lihat dari cara permainannya, di mana pada angklung tetak, melodi angklung didapat dengan cara dipukul seperti pada instrumen gamelan, sementara pada angklung caruk justru terdapat pada kecepatan tangan dan koordinasi para pemain untuk menghasilkan nada yang diinginkan. Selain itu, pada angklung caruk biasanya dimainkan secara kompetitif artinya kelompok pemainnya lebih dari satu, sedangkan angklung tetak bisa dilakukan secara mandiri.

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Angklung Tetak menghadapi tantangan dalam era modern, terutama terkait dengan globalisasi dan perubahan tren musik yang cenderung menggeser perhatian generasi muda dari musik tradisional. Selain itu, jumlah pengrajin angklung yang semakin berkurang juga menjadi tantangan tersendiri dalam pelestarian instrumen ini.

Tantangan Angklung tetak untuk tetap bertahan di era globalisasi kurang lebih hampir sama seperti yang dihadapi oleh angklung caruk, di mana beberapa faktor di bawah memiliki pengaruh kuat dalam hal pelestariannya.

  • Minat generasi muda yang menurun menjadi tantangan terbesar bagi angklung tetap untuk tetap lestari di zaman modern ini.
  • Kurangnya dokumentasi dan publikasi membuat angklung tetak tidak banyak dikenal oleh masyarakat di luar Banyuwangi, atau bahkan di wilayah Banyuwangi itu sendiri.
  • Kompetisi dengan budaya populer yang mendominasi media massa dan Internet juga menjadi salah satu tantangannya. Hal ini membuat budaya lokal seperti angklung tetak menjadi tenggelam.
  • Kurangnya dukungan finansial dan infrastruktur juga menjadi masalah bagi kelangsungan seni pertunjukan ini.
  • Modernisasi dan Globalisasi membawa perubahan gaya hidup dan selera musik. Sehingga menggeser perhatian masyarakat dari budaya lokal ke budaya Global.

Kita tahu kehidupan itu bersifat dinamis. Setiap perubahan pasti akan ada konsekuensi yang harus dihadapi dalam berbagai macam aspek kehidupan termasuk seni dan budaya. Lantas bagaimana kita harus mengatasinya ? tentu tak bisa dilakukan seorang diri ya ? mengingat seni dan budaya lahir dari kebiasaan masyarakat.

Pemerintah Banyuwangi sendiri juga sudah mulai mengupayakan cara agar warisan budaya ini tetap lestari dalam jangka panjang, Ada pun beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :
  • Edukasi dan penyuluhan budaya dengan mengintegrasi seni ini ke dalam kurikulum pendidikan seperti program ekstra kulikuler atau kolaborasi antar komunitas seni.
  • Adanya festival dan Kompetisi yang dilakukan secara rutin. Di antaranya ada festival budaya tahunan di Banyuwangi yang bernama Festival Kuwung. Ada juga Festival Angklung Caruk.
  • Pemerintah juga memberikan hibah dan bantuan finansial kepada sanggar seni, komunitas budaya dan individual yang berperan aktif melestarikan seni pertunjukan ini. Dana ini digunakan untuk membeli bahan, alat dan juga mengadakan acara. Selain itu, di adakan juga fasilitas budaya seperti gedung kesenian dan sanggar seni yang bisa digunakan untuk berlatih angklung tetak.
  • Kolaborasi dan jaringan institusi budaya juga menjadi upaya Pemerintahan Daerah untuk terus menjaga kelangsungan seni ini. Bahkan kerja sama dengan seniman modern juga dilakukan untuk memberikan inovasi agar lebih relevan.
  • Mengadakan pertunjukan rutin di wilayah pariwisata dan acara-acara publik. Misalnya di Desa Wisata Osing atau Taman Blambangan Banyuwangi.

Sebagai individu kita juga patut membantu pemerintahan setempat dengan kapasitas yang kita memiliki agar seni dan budaya tetap lestari. Misalnya ikut serta secara langsung atau pun tidak, seperti yang saya lakukan saat ini, yakni mengenalkannya melalui tulisan.

Selama saya pindah kembali ke Banyuwangi (sebelumnya tinggal di Jakarta hingga 2021), saya melihat warga Banyuwangi memang begitu mencintai budaya lokal. Dari mulai anak sekolah hingga orang tua, mereka begitu menghargai seni budaya. 

Banyak sekali acara sekolah yang menitikberatkan pada seni budaya seperti lomba tari Banyuwangi atau pun menyanyi menggunakan bahasa Osing. Pun untuk orang dewasa mereka lebih sering bersenandung lagu-lagu Banyuwangi dibandingkan modern. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat setempat sangat menjunjung tinggi budayanya dibandingkan budaya asing.

Angklung Paglak

Apa sih Angklung Paglak ?

Banyuwangi memiliki banyak sekali jenis musik angklung. Setelah angklung caruk dan angklung tetak, kini ada Angklung Paglak sebagai warisan budaya dalam bentuk musik yang ada di kota Banyuwangi. Seni musik tradisional ini tidak hanya memiliki keindahan dalam harmonisasi tetapi juga nilai sejarah dan budaya yang mendalam bagi rakyat Banyuwangi.

Sejarah dan Perkembangan Angklung Paglak

Kita awali dengan membahas sejarah atau asal usulnya dulu ya ? mengapa kok dinamakan angklung paglak ? Nama Paglak diambil dari nama gubuk kecil yang biasa digunakan oleh para petani sebagai tempat berteduh di sawah. Dahulu, instrumen ini dimainkan di gubuk tersebut. Terutama saat para petani sedang beristirahat di tengah kesibukannya mengelola sawah.

Sejarah Angklung Paglak tak luput dari kehidupan agraris masyarakat Banyuwangi. Awalnya alat ini digunakan sebagai media hiburan di kala senggang sambil menunggu padi di tengah sawah agar tidak dimakan oleh burung. 

Namun seiring berjalannya waktu, kesenian ini berkembang menjadi pertunjukan yang sering ditampilkan di acara-acara tradisional, misalnya pesta panen, upacara adat bahkan sekarang dimainkan di berbagai kompetisi dan festival. Bagi masyarakat Banyuwangi, alat musik angklung dianggap membawa keberkahan dan suasana sakral. Sehingga instrumen ini menjadi elemen penting dalam upacara adat.

Instrumen Angklung Paglak

Pada awalnya, instrumen angklung paglak hanya menggunakan bahan bambu yang ditemukan di area gubuk saat para petani beristirahat. Namun semakin berkembangnya kesenian ini, membuat instrumen yang digunakan pun semakin kompleks, yakni dengan menambah atau kolaborasi dengan instrumen tradisional lainnya.

Beberapa instrumen yang digunakan dalam kesenian Angklung Paglak hampir sama dengan angklung caruk, di antaranya :

  • Angklung Paglak >> Yaitu alat musik dari bambu yang terdiri dari beberapa tabung bambu yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan nada yang berbeda.
  • Kendang >> Alat musik pukul tradisional yang terbuat dari kayu dengan kedua sisinya yang ditutup membran kulit hewan. Ia berfungsi untuk menyediakan ritme dan tempo dasar pada musik.
  • Gong >> Alat musik logam yang dipukul dengan alat pemukul khusus. Fungsinya menandai bagian terpenting dari komposisi lagu.
  • Seruling >> alat musik tiup yang terbuat dari bambu.
  • Bonang >> alat musik gamelan yang terdiri dari beberapa gong kecil yang disusun secara mendatar di atas bingkai kayu.
  • Kenong >> Alat musik gamelan yang beebentuk gong kecil dan ditempatkan di atas dudukan kayu.
  • Saron >> Alat musik gamelan yang terbuat dari bilah logam yang ditempatkan di atas resonator kayu.

Setiap instrumen dalam angklung paglak berfungsi untuk melengkapi satu sama lainnya, Meski begitu ada pula yang tidak menggunakan instrumen lengkap atau hanya memanfaatkan Angklung Paglak saja. Yang pasti banyaknya kombinasi instrumen tentu akan membuat harmoni yang dihasilkan semakin kaya. artistik dan dinamis. Suara bambu yang berpadu dengan gamelan tentu akan memberikan sensasi tersendiri. Selain menjadikan suasana yang meriah, juga terdengar sakral.

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Secara garis besar tantangan yang dihadapi oleh Angklung Paglak sama seperti jenis angklung lainnya. Ada bermacam-macam jenis tantangan dari mulai turunnya minat generasi muda dalam berkarya menggunakan instrumen ini, hingga masalah finansial dan infrastruktur.

Meski begitu pemerintahan Banyuwangi mencari solusi dengan upaya-upaya agar seni pertunjukan ini tetap lestari. Dari mulai edukasi dan penyuluhan untuk generasi muda, hingga diadakan festival dan kompetisi secara rutin merupakan usaha Pemda Banyuwangi untuk terus menghidupkan kesenian ini.

Dari alat musik sederhana yang hanya dimainkan oleh para petani di tengah sawah, Angklung Paglak berkembang menjadi simbol identitas budaya daerah yang dihargai dan dilestarikan. Hal ini sudah menunjukkan betapa Pemda setempat berupaya untuk melestarikan warisan budaya ini.

(Credit Image by AI)

Post a Comment

0 Comments