MADDER LAKE PIGMENT: SEJARAH WARNA MERAH DARI AKAR ALAMI HINGGA MENJADI SINTESIS

MADDER LAKE PIGMENT: SEJARAH WARNA MERAH DARI AKAR ALAMI HINGGA MENJADI SINTESIS

Blog Seni Indonesia - ewafebriart.com | MADDER LAKE PIGMENT: SEJARAH WARNA MERAH DARI AKAR ALAMI HINGGA MENJADI SINTESIS

Dalam dunia seni rupa dan tekstil, warna bukan hanya soal estetika—ia juga menyimpan cerita panjang tentang peradaban manusia. Salah satu warna yang memiliki sejarah menarik adalah Madder Lake, pigmen merah yang berasal dari akar tanaman. Warna ini telah digunakan sejak zaman kuno hingga era modern, menunjukkan daya tahan dan keindahannya yang abadi. 

Pada dasarnya warna Alizarin Crimson yang pernah kita bahas sebelumnya dengan Madder Lake memiliki sumber yang sama. Terutama setelah Alizarin Crimson dibuat dari warna sintesis. Namun, dalam daftar color pallete di beberapa produk cat lukis, keduanya memiliki perbedaan warna yang signifikan. Ini terjadi karena adanya perbedaan proses pembuatannya. 

MADDER LAKE PIGMENT: SEJARAH WARNA MERAH DARI AKAR ALAMI HINGGA MENJADI SINTESIS

Madder Lake berasal dari tanaman Rubia tinctorum, atau tanaman madder, yang akarnya mengandung dua zat warna utama: alizarin dan purpurin. Pewarna dari tanaman ini telah dikenal lebih dari 3.000 tahun yang lalu di Mesir Kuno. Bahkan, sejumlah kain pemakaman dan pembungkus mumi masih menunjukkan warna merah dari madder, membuktikan ketahanannya dari waktu ke waktu.

Asal-Usul Madder Lake: Warna Merah dari Tanaman Madder

By Franz Eugen Köhler, Köhler's Medizinal-Pflanzen - List of Koehler Images, Public Domain, 

Madder adalah pewarna merah alami yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, terutama berasal dari tanaman dalam famili Rubiaceae, yang mencakup lebih dari 13.000 spesies. Pewarna ini diekstraksi dari akar tanaman seperti Rubia tinctorum, Rubia cordifolia, dan Rubia peregrina, yang tersebar dari Eropa Tengah dan Selatan hingga Asia dan Afrika. 

Selain itu, tanaman dari genus Galium dan Asperula juga berkontribusi pada pewarna merah yang mirip, dan telah dimanfaatkan secara luas dalam tekstil di Eropa dan Asia Barat. Pliny the Elder mencatat bahwa R. tinctorum tumbuh luas di Mediterania sejak abad pertama Masehi sebagai sumber pewarna tekstil yang penting.

Pewarna madder diperoleh dari akar dan rimpang tanaman yang mengandung senyawa pewarna seperti alizarin. Proses ekstraksinya sederhana: akar kering dihancurkan dan direndam dalam air panas. Namun, agar pewarna melekat lebih baik pada tekstil dan tidak mudah luntur, ekstrak biasanya dikombinasikan dengan mordant anorganik seperti aluminium. 

Ion-ion ini membantu membentuk ikatan kuat dengan serat tekstil sekaligus memperkaya warna merahnya. Untuk keperluan seni, pewarna ini kemudian diubah menjadi bentuk pigmen padat melalui proses pembuatan lake pigment, yang memungkinkan penggunaannya dalam cat dan media lukis lainnya.

Seiring perkembangan peradaban, teknik pewarnaan madder menyebar ke India, Persia, dan Eropa. Di India, pewarna madder digunakan dalam seni tekstil seperti block printing. Sementara di Eropa, terutama saat Abad Pertengahan, madder menjadi komoditas penting dalam industri tekstil, bahkan sempat menjadi bahan wajib dalam seragam militer Inggris berwarna merah tua.

Namun, terobosan penting terjadi saat para ilmuwan abad ke-18 menemukan cara untuk menciptakan lake pigment, yaitu dengan mengendapkan pewarna alami ke atas mineral seperti alumina. Hasilnya adalah pigmen padat yang bisa digunakan dalam media seni seperti cat minyak—itulah yang kemudian dikenal sebagai Madder Lake.

Kandungan Dan Teknik Perwarnaan dari Madder

Pengeringan akar madder secara alami menyebabkan glikosida terhidrolisis oleh enzim endogen, namun proses ini dapat dicegah dengan pemanasan tinggi pada akar segar. Dalam praktiknya, glikosida juga bisa rusak selama proses ekstraksi atau pewarnaan sehingga yang biasanya tersisa dalam sampel hanya aglikon. 

Tiga jenis utama senyawa HAs (hydroxyanthraquinones) dari madderalizarin, purpurin, dan pseudopurpurin—dapat diidentifikasi dengan teknik seperti SERS dan kromatografi cair (LC), meskipun hasil analisis sangat dipengaruhi oleh teknik persiapan dan pengolahan bahan mentah. Perbandingan komposisi HAs sering digunakan untuk menebak sumber botani madder, tetapi faktor-faktor eksternal membuat kesimpulan seringkali tidak pasti.

Penggunaan madder telah teridentifikasi dalam artefak budaya sejak masa Mesir Kuno dan Peradaban Lembah Indus. Tekstil dari berbagai peradaban seperti Romawi, Israel, dan Tiongkok kuno menunjukkan bukti penggunaan pewarna madder, kadang dikombinasikan dengan pewarna serangga seperti lac atau cochineal. 

Pigmen lake dari madder dibuat dengan mengendapkan ekstrak akar bersama garam aluminium dan alkali, dan proses ini meninggalkan partikel berisi kompleks HAs dan aluminium. Penelitian terhadap partikel pigmen dalam lukisan kuno menunjukkan keberadaan gypsum, alumina, dan senyawa lain yang membantu mengidentifikasi sumber serta teknik pewarnaan kuno, meski masih banyak yang belum diketahui secara pasti tentang proses pembuatannya di masa lampau.

Perkembangan Madder Lake: Dari Pewarna Alami ke Pigmen Sintetis

Keindahan Madder Lake menarik perhatian banyak pelukis besar. Seniman seperti J.M.W. Turner dan Eugène Delacroix memanfaatkan pigmen ini untuk menciptakan efek warna yang transparan, mendalam, dan hangat—terutama dalam lukisan atmosfer dan potret. Pigmen ini sangat cocok untuk teknik glazing, di mana warna tipis dilapiskan untuk menciptakan dimensi dan kedalaman.

Namun, pigmen alami dari madder memiliki kelemahan: mudah pudar bila terkena cahaya dalam jangka panjang. Karena itu, pada tahun 1868, dua ilmuwan Jerman—Graebe dan Liebermann—berhasil mensintesis alizarin dari bahan batu bara (coal tar), menciptakan versi sintetis dari pigmen ini. Penemuan ini menandai dimulainya era baru dalam industri pigmen dan pewarna tekstil.

Versi sintetis yang dikenal sebagai Alizarin Crimson segera menggantikan versi alaminya dalam banyak aplikasi karena lebih murah, stabil, dan mudah diproduksi. Namun, para seniman tradisional tetap menghargai Madder Lake alami karena warna dan nuansa organiknya yang sulit ditiru oleh versi pabrik.

Saat ini, Madder Lake—baik alami maupun sintetis—masih digunakan dalam dunia seni. Banyak seniman kontemporer yang mengeksplorasi kembali pigmen klasik ini, terutama dalam konteks seni berkelanjutan dan teknik kuno. Selain itu, pigmen ini juga digunakan dalam proyek restorasi karya seni lama yang ingin menjaga kesetiaan pada bahan aslinya.

Madder Lake adalah lebih dari sekadar warna merah. Ia adalah cermin dari perjalanan manusia—dari eksplorasi alam, pencarian estetika, hingga inovasi kimia modern. Dari ladang tanaman madder di Timur Tengah hingga laboratorium abad ke-19, dan kini kembali ke kanvas para seniman kontemporer, pigmen ini mengajarkan kita bahwa seni dan sains sering berjalan beriringan dalam mewarnai dunia.

Posting Komentar

0 Komentar