THE ART OF DYING 2

The art of dying



Blog Seni Indonesia - ewafebriart.com | THE ART OF DYING 2.


Masih tentang filsafat kematian. Tulisan ini adalah lanjutan dari THE ART OF DYING 1. Masih dengan format yang sama juga dan mencoba belajar tentang kematian dari Seneca.

"Di saat kita menetapkan standar kematian seperti apa dalam kehidupan ini, secara tidak langsung kita akan mengalami perubahan hidup. Karena bagaimana kita akan mati sesuai dengan bagaimana kita menjalani hidup sehari-hari."

THE ART OF DYING 2


Kematian seperti apa yang kalian inginkan ?


The art of dying adalah seni menghadapi kematian. Bagaimana kita mempersiapkannya ? Bagaimana kita menghadapinya ? Dan bagaimana relasinya dengan kehidupan ? 

Bagian bab berikut ini adalah lanjutan dari perspektif yang dipublish minggu lalu. Berhubung tulisannya banyak, maka saya bagi bahasannya menjadi dua bagian. 

BEBASKAN DIRI KITA

Apa yang kau banggakan dari duniamu ? Sementara saat kau menutup mata, orang akan mulai melupakannya. Sementara amalmu akan Allah perhitungkan selamanya.

Dalam karyanya Penghiburan Untuk Marcia, Seneca menuliskan, "Oh, betapa tidak peduli mereka dengan kesusahannya, mereka tidak memuliakan dan menantikan kematian sebagai berkat terbaik dari Alam! Entah kematian itu akan menghalangi kebahagiaan atau menjauhkan bencana; entah itu akan mengakhir kejenuhan dan kelelahan para lansia atau justru menghambat mekarnya para pemuda yang sedang menantikan masa depan cerah, atau memanggil pulang para remaja sebelum sampai pada jalan yang lebih sulit. Kematian merupakan akhir bagi semua orang. Penawar bagi banyak orang, dan bagi sebagian orang merupakan jawaban dari doa mereka. Dan yang lebih pantas merasakan hal ini adalah mereka yang didatangi kematian sebelum memintanya." (James S. Romm. 2019. Hal. 78)

Dalam pandangan ini, mungkin saya sedikit kurang sreg dengan pendekatan Seneca yang terkesan lebih pro bunuh diri dalam surat-surat yang ditulisnya. Dan tentu saja sudut pandang itu tidak selalu salah karena pasti ada hal yang melatarbelakangi mengapa pikiran itu muncul dibenaknya.

Terlepas dari kontraversi ini, saya setuju dengan tentang membebaskan diri bukan sebagai bentuk aksi melakukan bunuh diri yang kemudian diartikan, mencabut nyawa sendiri. Namun bunuh diri dalam makna yang berbeda. Seperti mengekang hawa nafsu dan syahwat sedemikian rupa, hingga kita tak lagi dikuasai oleh mereka.

Semisal melepaskan angan-angan dan ambisi yang berlebihan. Melepaskan diri dari pernak pernik duniawi dan perhiasannya. Sehingga kita tak lagi merasa berat menyambut datangnya kematian.

Pikiran kita tidak lagi digelayuti oleh ketakutan-ketakutan meninggalkan dunia ini dengan amarah maupun rasa putus asa. Namun kita menyambut kematian dengan suka cita dan cinta.

Dalam menghadapi kematian kita tak perlu merasa takut ataupun meminta percepatan datangnya karena Allah pun berfirman bahwa kematian itu datangnya tidak bisa ditunda. Dia akan datang pada waktunya. Jadi ya kita tinggal menunggu saja.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا اِذَا جَآءَ اَجَلُهَا ۗ وَا للّٰهُ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ

wa lay yu-akhkhirollohu nafsan izaa jaaa-a ajaluhaa, wallohu khobiirum bimaa ta'maluun

"Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."

(QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 11)


Jadi kita juga perlu membebaskan pikiran kita tentang ini. Menurut Seneca, "mereka yang berharap mati, sesungguhnya tidak ingin mati." Maka berhentilah mengingankannya, namun bersiaplah saat ia datang menjemput.

MENJADI SATU BAGIAN DARI KEUTUHAN


Dalam gagasannya, Seneca menemukan kedamaian dalam keuniversalan dan kehancuran. Tidak hanya pada manusia, tetapi juga setiap hal. Bumi juga pada akhirnya akan berakhir, dan diperbarui dalam suatu siklus reguler yang terus berulang sepanjang masa menurut hukum hukum kosmologis Stoa yang dianut oleh Seneca.

Jika dalam dunia spiritualitas, pandangan Seneca ini mungkin serupa dengan konsep Oneness. Tapi kalo dari sudut pandang dunia tasawuf, mungkin konsep ini adalah saat kita berada di Maqam Fana. Peleburan diri.

Pada akhirnya kita akan menyadari bahwasanya kita ini hanyalah setetes air di samudra. Sehingga ketika kita kembali nanti, ya kita akan menyatu pada samudra ini.

Pemahaman ini nantinya akan memudahkan cara pikir saya untuk memahami tentang "apa yang ada di dalam diri saya, pun ada di dalam dirimu dan sebaliknya" (Yin Yang). Kualitas yang saya anggap buruk dalam dirimu, pun sesungguhnya ada dalam diri saya.

Jika kita mampu mengimplementasikan pemahaman ini maka kita bisa menjadi pribadi yang tawaddu'. Kita tidak merasa lebih dibandingkan yang lain. Kerena pada akhirnya apapun yang ada di bumi ini hanyalah milik Allah semata. Sementara kita hanya tinggal menjalankannya. 

Pada kenyataannya hal ini sangat sulit diterapkan. Selama ego masih menguasai diri kita, maka kita akan tetap memiliki mindset bahwa segala sesuatu yang menjadi keberhasilan adalah karena diri kita sendiri. Bukan karena karuniaNya. Sehingga kita merasa lebih jago dibandingkan yang lainnya. 

Ini yang kemudian membuat tingkat ke"aku"an pada diri kita jadi tinggi. Bukan ke"Aku"an yang mendominasi. Dalam jangka panjang, mindset ini perlahan akan membuat kita menjadi keras hati dan arogan. 

LAKUKAN YANG KAU KOTBAHKAN


Bagaimana menanggalkan "aku" dan menghidupkan "Aku" ? Sehingga sudah tidak ada lagi dualitas dalam diri ?

Bisa menggunakan metode "matilah sebelum mati" yaitu menempa diri (muhasabah) dan menghidupkan sifat ilahiyah dalam pandangan ilmu tasawuf.

Sudah pasti bukan pekerjaan mudah ya gaes ? Butuh tahunan untuk bisa menikmati hasilnya. Karena cara berpikir itu tidak mampu berubah 1 x 24 jam. Faktor inilah nantinya yang membuat kita bisa merasakan manisnya ibadah. 

Namun sederhananya adalah apapun yang keluar dari mulutmu, pikiranmu, ataupun kesimpulanmu jangan hanya dijadikan ilmu pengetahuan semata, namun kau amalkan. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa ilmu itu akan bermanfaat apabila kita sendiri tidak melakukannya. Kita tidak mengetahui hasil dari olah pikir kita sendiri.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

kaburo maqtan 'ingdallohi ang taquuluu maa laa taf'aluun

"(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."

(QS. As-Saff 61: Ayat 3) 


So sebelum mengungkapkan sesuatu, baiknya memang kita mengalaminya atau mengamalkannya sehingga ketika kita berbagi dengan khalayak ramai pun, kita sudah tahu hasilnya karena kita lebih dahulu merasakannya.

Pun ketika menulis tulisan ini, saya juga mengalami hal-hal yang diserukan oleh Seneca. Dan belajar mempratekkannya sehingga ketika saya tulis di sini, setidaknya respon yang saya berikan merupakan pengalaman bukan "katanya-katanya" lagi.

Pada akhirnya saya mampu memahami puisi Rumi :

"If i love you, i love my self. If i love my self, i love you"

Tadinya saya sangat sulit memahami maknanya. Apalagi kalo bahasa puisi itu bahasa yang gak mudah dipahami sama sekali. 

Mungkin kalian ketika membaca tulisan ini pun ada yang merasa gak relate. Karena ada beberapa ilmu yang manfaatnya tidak bisa hanya melalui deskripsi saja. Tapi harus nyebur dan menjalankannya. Hihihi..

Daftar Pustaka : 

Romm, James S. 2019. How To Die: Sebuah Panduan Klasik Menjelang Ajal. Jakarta: Gramedia.

POEMS ABOUT DEATH


The art of dying


THE LOST SOUL


Wahai kekasihku !
Apakah selama ini kau kira sedang memanjakan jiwamu ?
Bukan ! Bukan jiwamu yang kau manjakan !
Tapi nafsu dan ragamu saja.
Saat kau kembali nanti, kau akan menyadari bahwa jiwamu sedang menderita karena kau telah mengabaikannya di dunia.
Itulah neraka.
Kau lebih mementingkan yang mudah sirna
Dibandingkan bekal yang kau bawa kekal di dalamnya
Jiwamu membutuhkan pemilik rohnya Yang Esa
Sementara kau hanya sibuk dengan ragamu saja
Kau sibuk dengan kemewahan dunia
Hingga kau terlena di dalamnya.
Kau lupa akan sejatinya jiwa
Wahai kekasihku !
Jika kau buta akan kebutuhan jiwamu, kembalilah dari dunia sebentar saja.
Telisiklah ke dalam dirimu itu. Tanyakanlah pada jiwamu !
Jangan sibuk hanya mengurusi orang lain sementara kau sedang menelantarkan dirimu sendiri.
Lindungilah jiwamu bahkan dari dirimu sendiri.
Bagaimana kau akan mengenal cinta, sementara jiwamu tidak siap menerimanya ?
Kembalilah pada Rabbmu dan mintalah pertolonganNya.
Dia sedang menunggumu dengan penuh cinta.

FINAL PATH


Bait-bait kematian menghampiri pikiran
Apakah ini tanda waktuku telah tiba ?
Betapa Allah penuh dengan kasih sayang
Dia mengajarkanku tentang perpisahan
Permulaan sebelum kematian itu datang
Aku tak lagi takut akan kematian
Karena aku tahu justru itulah salah satu tempat tujuan selepas kehidupan
Hingga saat itu tiba,
Semoga aku akan tetap dalam pelukanNya.
Amin.

KABAR DUKA


Sesaat kubuka mata
Kabar duka datang menyapa
Seseorang yang kukenal
telah kembali ke pangkuanNya
Alfatihah..
Usia tak bisa diduga
Semua atas kehendakNya
Seperti pagi ini, langit sedang bermuram durja
Menumpahkan air mata sejak pagi buta
Tapi apa daya..
Aku hanya bisa menerima dengan lapang dada.


Sudah siapkah kalian dijemput hari ini ? 

Post a Comment

0 Comments