THE ART OF SUFFERING

The art of suffering



Blog Seni Indonesia - ewafebriart.com | THE ART OF SUFFERING.


Siapa yang mau mendapat penderitaan ? Saya rasa tak semua orang menerimanya dengan lapang dada. Pun saya dulu juga begitu. Hingga saya menyadari satu hal, bahwa penderitaan dibutuhkan agar bisa mengetahui rasa bahagia. Bagaimana mungkin kamu tahu tentang kebahagiaan ketika tidak pernah mencicipi penderitaan ?

THE ART OF SUFFERING


Penderitaan bukanlah hal yang mudah kita nikmati. Karena seringkali kita ingin keluar dari kondisi ini, bagaimanapun caranya. Bahkan meski dibayar dengan penderitaan lain yang tak pernah kita sadari.

Misalkan, hanya karena kesal dianggap jomblo, kita pun membabi buta mencari pasangan tanpa peduli dampak yang terjadi kemudian. Bahkan meski terlibat dalam ruang lingkup perselingkuhan yang notabene akan menimbulkan penderitaan baru lainnya. 

PENDERITAAN ADALAH GERBANG KEBAHAGIAAN


Rasanya setiap heading di tulisan ini "nggak" banget. Hahaha.. Tapi saya menulis ini justru karena banyak hal yang saya peroleh justru berawal dari penderitaan.

Dalam hidup ini, penderitaan itu selalu berdampingan dengan kebahagiaan. Hari ini kamu bahagia, besok pasti ada sesuatu yang membuatmu merasa menderita. Pun sebaliknya. Hari ini kamu mengalami sesuatu yang membuatmu trauma, dengan alasan yang sama kamu akan bisa meraih rasa bahagia. Meskipun butuh waktu lama.

Bagi kalian yang mempelajari konsep Yin Yang, mungkin bisa memberikan penjelasan dalam komentar ya. Tetapi dari pengetahuan yang saya tangkap dari konsep Yin Yang, penderitaan dibutuhkan agar kita mengetahui rasa bahagia.

Bukankah di Alquran pun Allah menciptakan segala sesuatu secara berpasangan ? Ada siang, ada malam. Ada terang, ada gelap. Ada laki-laki, ada perempuan. Ada cinta, ada benci. Ada tua, ada muda. Begitu seterusnya, maka ada bahagia, ada derita.

Untuk mengenal "bahagia" kita diberi derita. Sehingga kita merasakan perbedaannya. Derita dihadirkan sebagai pembanding dari rasa bahagia. Kunci bahagia, salah satunya adalah selalu ridho akan ketetapanNya. Tanpa melatih itu, mustahil kita akan merasakan kenyamanan dalam hidup.

Jika kau tak mengenal rasa bahagia, mungkin karena pikiranmu didominasi dengan hal-hal negatif saja. Kau belum mampu mensyukuri nikmat dariNya. Sangat disayangkan karena hal kecil yang berharga pun jadi bisa terlewatkan. Ini membuat seolah kita tidak pernah bahagia. Padahal sejatinya Allah mengirimkan kita ke dunia untuk bahagia.

Pada dasarnya rasa bahagia itu hadir ketika diciptakan dari pikiran kita. Maka ketika pikiran kita hanya melihat hal-hal yang buruk dari setiap situasi, rasa bahagia tidak akan pernah hadir di sana.

Semakin kita mahir mengkonversikan rasa, maka penderitaan seberat apapun, bisa kita temukan rasa bahagia di dalamnya. Jika kau belum bisa menemukannya, mungkin dibutuhkan revolusi mental dengan memperbanyak latihan bersyukur. Dengan begitu kita mensugesti pikiran dari yang negatif ke yang positif.

Baca juga : 

PENDERITAAN ADALAH ALAT PENYUCIAN DIRI


Seni penderitaan



Kalo kesimpulan ini sebenarnya erat hubungannya dengan konsep karma. Kalo kau melakukan kebaikan, maka kebaikan yang akan datang padamu. Namun sebaliknya, jika niatmu itu dipenuhi dengan keburukan, maka apa yang kau tuai pun keburukan yang dalam hal ini bisa berbentuk penderitaan.

Saat kau mendapati penderitaan, alangkah lebih baik jika mulai melakukan intropesksi diri. Apa penyebab penderitaan yang kau alami ? Pernah kah kau melakukan hal itu pada orang lain ? Dan sebagainya.

Jika engkau menyadari bahwa kau pernah melakukan keburukan disengaja maupun tidak kepada orang lain, maka penderitaan yang kau rasakan sesungguhnya adalah bentuk penyucian dirimu.

Dengan penderitaan itu engkau telah membayar apa yang kau perbuat pada orang lain. Pada akhirnya jiwamu akan tenang menghadapi kehidupan. Karena kotoran yang menempel padanya telah disucikan.

PENDERITAAN PANGKAL KEBIJAKSANAAN


Perhatikanlah bagaimana kebijaksanaan itu lahir. Kebijaksanaan biasanya terlahir dari orang-orang yang hidupnya dipenuhi penderitaan. Bagaimana mereka menghadapi dan menjalani kehidupan dalam penderitaan itulah biasanya muncul ilmu-ilmu hikmah.

Kebijaksanaan tercipta dari ikhlasnya dan tawakalnya hati dalam menghadapi kehidupan. Mereka yang bijaksana terbiasa memasrahkan diri pada Sang Pencipta terhadap apapun yang terjadi, sehingga tak jarang harta karun mereka bukan pada benda tapi terletak pada hikmah yang diberikan oleh Tuhannya.

Menjadi bijaksana berarti mampu mengimplementasikan segala sesuatu yang pas sesuai porsinya. Tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. Serta bersifat "mindfulness".

PENDERITAAN ADALAH AKAR KEKOKOHAN


Menjadi seorang yang kuat dan kokoh biasanya diuji terlebih dahulu dengan banyak penderitaan. Mereka yang menderita umumnya menjadi pribadi yang kokoh dalam menghadapi kehidupan.

Itu karena mereka telah melewati banyak cobaan dan mampu mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Umumnya mereka dibekali rasa sabar dan bekerja keras untuk bisa melewati masa sulitnya. Dan itu tidak mengapa, karena setiap cobaan, Tuhan ciptakan untuk memperkokoh karakter mereka.

Seringnya penderitaan membuat mereka belajar untuk merespon setiap masalah dengan bijaksana. Mereka lebih memiliki banyak hal yang bisa dipertimbangkan.

"Kalo aku begini, maka akan terjadi begitu. Dst."

Lama kelamaan mereka memiliki pondasi yang kuat untuk bertahan hidup dan menghadapi kehidupan ini. Salah satunya, dengan memperkokoh hubungannya dengan Sang Pencipta, Allah SWT.

PENDERITAAN ADALAH PINTU KEDEWASAAN


Menjadi tua belum tentu menjadi dewasa. Menjadi dewasa biasanya menjadi orang yang lebih bijaksana. Mereka yang dewasa biasanya suka menghindari keterlibatannya dalam sebuah drama. Senjatanya hanya satu, yaitu sabar.

Orang-orang yang sabar saat ditimpa musibah maupun keburukan lambat laun akan dewasa proses berpikirnya. Ketika mereka dijebak dalam situasi yang penuh drama dan intrik, mereka lebih memilih mengakhirinya dengan damai dan menghindari hal serupa terjadi lagi.

Diam terkadang menjadi pilihannya. Mereka lebih memilih pergi meski sebenarnya memiliki kemampuan untuk membalasnya. Namun atensi/niat mereka bukan tentang permusuhan namun perdamaian.

Orang-orang dewasa tidak menyukai permusuhan, karena tidak menghasilkan kebaikan apapun untuk kedua belah pihak. Mereka pergi justru karena ingin kedamaian. Sehingga kedua belah pihak bisa saling berkembang (growth) dengan baik.

Tak masalah bagi mereka merasakan penderitaan. Karena hal itu bisa dijadikan pelajaran. Dari pelajaran itu akan terlahir hikmah kebijaksanaan. Maka apakah mereka menderita atau bahagia, keduanya tetap menghasilkan sesuatu yang berharga.

Mereka juga menyadari bahwa jika aksinya mereka tanggapi maka penderitaan itu akan semakin lama terjadi. Dan tak akan baik bagi kedua belah pihak karena menghabiskan energi percuma. 

Maka orang yang dewasa secara pemikiran akan memilih untuk melanjutkan hidup tanpa harus terjebak dalam drama kehidupan lainnya.

Misalnya,  ketika seseorang menyadari bahwa perselingkuhan terjadi karena ada feedback dari kedua belah pihak. Jika salah satu mampu menghindarinya maka perselingkuhan itu tidak akan terjadi, meskipun pada akhirnya salah satu pihak tetap berada dalam zona penderitaannya yaitu menjadi jomblo. Hihihi.. 

Dia memutuskan untuk tidak terlibat pada situasi yang akhirnya akan melahirkan penderitaan baru. Karena bisa jadi jika dia tetep keukeuh "ngeyel" mengejar kenikmatan sesaatnya, maka penderitaan itu tidak hanya tercipta untuk dirinya sendiri namun meliputi kehidupan orang lain pula. 

Maka, pergi untuk menghindar adalah bentuk kedewasaannya dalam memutuskan suatu perkara. 

Ketika kita mampu memahami hakekat penderitaan. Maka hidup ini pun bisa kita jalani dengan baik. Setidaknya kita bisa mengurangi kebiasaan mengeluh, karena kita tahu bahwa dibalik peristiwa yang tidak kita suka, ada hikmah dan pelajaran di dalamnya. Sehingga kita tidak mudah putus asa, dan kita bisa selalu berharap kepadaNya.

Post a Comment

0 Comments